Selasa, 27 September 2016

Saatnya Beraksi .... Jangan Mau GOLPUT, Gunakan Suaramu untuk PILKADA DKI 2017

Setelah melalui penantian yang cukup panjang dengan segala manuver politik, akhirnya DKI Jakarta sudah mengerucut kepada finalisasi bakal calon Gubernur DKI Tahun 2017 - 2022 yaitu

1. Anies Baswedan dan Sandiaga Uno
    diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera
2. Agus Harimurti Yudoyono dan Sylviana Murni
    diusung PAN, Partai Demokrat, PPP dan PKB
3. Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat
    diusung PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Nasdem dan Partai Hanura

Berdasarkan pantauan di lapangan suasana politik di Ibukota sudah mulai terasa menghangat. Pertarungan menuju kursi DKI 1 dan DKI 2 sangatlah penting karena akan menjadi barometer perpolitikan di tingkat nasional.

Antusias warga DKI Jakarta dalam menyambut PILKADA DKI ini juga cukup besar, dan diprediksi tingkat partisipasi warga dalam mengikuti PILKADA DKI tahun 2017 kedepan akan lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Geopolitik nasional dan di daerah juga dalam posisi wait and see melihat kesuksesan pelaksanaan PILKADA DKI tahun 2017.

Bayang-bayang kecurangan dan penggelembungan suara serta instabilitas situasi keamanan memang akan banyak menyita perhatian banyak kalangan terutama akan menjadi kerja extra keras para aparat penegak hukum dan penjaga keamanan. Untuk itu kami menghimbau kepada semua kalangan untuk tetap bersikap tenang dan tidak terprovokasi, serta harapan sikap profesionalisme serta independensi kepada pihak-pihak yang bertugas mengawal suksesnya pelaksanaan PILKADA DKI Tahun 2017.

Selasa, 28 Juli 2015

SOLO dan kesemrawutan tata kelola Taman Kota




Siapa yang tidak mengenal Kota SOLO, sebuah kota di jantung Provinsi Jawa Tengah dengan beragam cerita dan budaya. Kota SOLO atau Kota Surakarta adalah tempat kelahiran Presiden Indonesia yang ke 7 yaitu Bapak Ir. H Joko Widodo (Pak Jokowi). SOLO yang juga merupakan pusat dua kerajaan besar di tanah jawa yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran adalah kota tua yang beranjak menjadi kota metropolitan yang berbasis budaya. The Spirit of Java ini semakin moncer ketika pemerintahannya dipegang oleh Pak Jokowi sebagai Walikota untuk 2 periode, sebelum beliau naik "pangkat pertama" menjadi Gubernur DKI Jakarta dan berhasil menjadi orang nomor 1 (satu) di Indonesia sebagai Presiden RI untuk masa jabatan tahun 2014 sampai dengan tahun 2015. Banyak prestasi yang telah beliau persembahkan untuk Kota SOLO diantaranya mengkampanyekan penghijauan di Kota SOLO terutama menghidupkan kembali taman kota seperti halnya ketika masa kepemimpinan Bapak HR Hartomo dengan slogan legendarisnya SOLO BERSERI.

Prestasi yang telah dibangun Pak Jokowi ini ternyata tidak bisa dipertahankan oleh penggantinya yang notabene pasangan beliau ketika menjabat sebagai Walikota yaitu Wakil Walikota Bapak FX Hadi Rudyatmo. Taman Kota yang dulu dikonsep rapi dan indah oleh Pak Jokowi , sekarang ini menurut pengamatan kami ketika mudik lebaran dari mulai tangal 14 Juli sampai dengan tanggal 24 Juli 2015 terlihat sangat kumuh dan terkesan tidak terawat. Hal ini bisa dilihat di sepanjang jalan Slamet Riyadi yang notabene urat nadi transportasi di Kota SOLO, taman kota di sepanjang jalan tersebut sangat mengecewakan sekali penampilannya. Hal serupa juga terlihat di seputaran Stadion Manahan, Taman Kota terlihat seperti kebun yang tidak terawat serta menimbulkan kesan jorok dan tidak rapi. Bukan tidak mungkin taman-taman kota di seluruh wilayah Kota SOLO mengalami hal yang sama yaitu tidak terawat, terkesan kumuh dan bisa jadi menjadi sarang penyakit. Selain tidak dirawatnya tumbuh-tumbuhan di taman-taman Kota SOLO secara periodik dan profesional, terindikasi pemilihan jenis tumbuh-tumbuhan juga terkesan alakadarnya, tanpa mempertimbangkan estetika dan kelangsungan kelestarian tumbuh-tumbuhan tersebut. Hal ini menimbulkan kesan asal taman, asal tumbuh dan asal garap saja sehingga kesan "njembrung" atau kumuh langsung tertangkap oleh mata kita. Pohon-pohon yang besar juga tidak dirapikan dengan konsep sehingga tumbuh liar dan seringkali mengganggu pengguna jalan ataupun mengganggu lampu lalu lintas/penerangan jalan.

Sangat disayangkan, prestasi yang telah dibangun Pak Jokowi dengan susah payah, karena repot dalam mengurusi pemerintahan menjadi alasan untuk tidak menjaga dan merawat prestasi tersebut. Padahal kalau Pemerintah Kota mau, dibawah kepemimpinan walikota sekarang seharusnya tinggal menjalankan dan meneruskan program yang ditinggalkan Pak Jokowi. 

Di sisi lain, tidak terawatnya taman kota ini akan berdampak kepada publikasi dan tercorengnya citra baik Kota SOLO baik di tinggal domestik maupun internasional. Taman kota adalah cerminan dari kepemimpinan kepala daerah, istilah kata taman kota adalah etalase terdepan dari citra suatu daerah. Jika kondisi ini terus dibiarkan bukan tidak mungkin lagi, banyak wisatawan yang akan enggan dan mengurungkan niatnya untuk berkunjung di Kota SOLO. Image Kota SOLO yang rapi dan bersih selama kepemimpinan Pak Jokowi akan tinggal kenangan dan makin hari Kota SOLO akan mulai dilupakan oleh masyarakat.

Minggu, 03 Maret 2013

(Evaluasi Otonomi Daerah) Jabatan Kepala Daerah yang Turun Menurun


saat ini muncul sebuah fenomena yang bisa katakan berimplikasi menurun apabila kita lihat dari kacamata otonomi daerah, dimana fenomena yang berkembang saat ini adalah pemilihan kepala daerah yang kecenderungannya turun menurun, .. bagaimana ini bisa terjadi dan bukankah pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis yaitu pemilihan langsung dan sistem feodalisme sudah lama lenyap dan terdegradasi seiring dengan kemajuan jaman.

tidak bisa dipungkiri, bahwa masih banyak celah di peraturan hukum yang berlaku saat ini, yang memungkinkan sebuah dinasti kekuasaan tetap langgeng dalam bungkus demokrasi. Seperti contoh paling akhir yaitu pemilihan kepala daerah di salah satu kabupaten di jawa timur, dimana sang bapak telah 2 periode (10 tahun) memimpin daerah tersebut sebagai bupati, secara konstitusi beliau sudah tidak bisa dicalonkan lagi untuk jabatan yang sama, namun sang bapak tidak putus asa, di gadang-gadanglah anak nya dijadikan putera mahkota calon pengganti kekuasaannya meskipun masih bau kencur dan belum begitu berpengalaman, bermodalkan kesuksesan dan power sang bapak yang sudah mengakar mampu membutakan para pemilih dan menggiring massa untuk memilih sang putera mahkota tersebut menjadi pengganti dengan memenangkan pemilihan kepala daerah langsung.

selain daripada sistem perundangan yang masih longgar dalam mengatur dan membatasi politik dinasti ini, juga masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan artinya kemampuan dan kualitas calon kepala daerah yang akan dipilih, sehingga lobang ini bisa dimanfaatkan beberapa pihak (tim sukses) dalam berbagai bentuk misalnya saja pendekatan represif kepada calon pemilih,  politik uang ataupun penggiringan opini masyarakat dengan background kesuksesan pendahulunya yang notabene ayah, suami, istri, kerabat sang calon kepala daerah.

kondisi inilah yang harusnya dipotret oleh pemerintah pusat guna mengatur lebih lanjut tentang fenomena politik dinasti. Kalau pemerintah pusat bisa membuat undang-undang anti trust, kenapa untuk yang satu ini tidak bisa, tinggal komitmen dan upaya positif pemerintah pusat saja yang tinggi untuk bisa membuat peraturan guna mengatur efek negatif dari fenomena jabatan kepala daerah yang hanya berputar di satu keluarga saja.

sumber foto : antaranews.com

Rabu, 10 Oktober 2012

Sejarah (Awal) Penjajahan di Bumi Nusantara




Sebuah ulasan sejarah yang cukup menakjubkan dimana Nusantara yang dulunya aman tentram dan damai, terusik dengan munculnya armada barat yang penuh kerakusan untuk mengeksploitasi apa yang tertanam, apa yang terkandung di bumi pertiwi. sekelumit informasi yang bisa menjadi referensi kita bersama atas pengungkapan sejarah penjajahan di Nusantara tercinta.

Inilah kisahnya:
Jauh sebelum Eropa terbuka matanya mencari dunia baru, warga pribumi Nusantara hidup dalam kedamaian. Situasi ini berubah drastis saat orang-orang Eropa mulai berdatangan dengan dalih berdagang, namun membawa pasukan tempur lengkap dengan senjatanya. Hal yang ironis, tokoh yang menggerakkan roda sejarah dunia masuk ke dalam kubangan darah adalah dua orang Paus yang berbeda. Pertama, Paus Urbanus II, yang mengobarkan perang salib untuk merebut Yerusalem dalam Konsili Clermont tahun 1096. Dan yang kedua, Paus Alexander VI.

Perang Salib tanpa disadari telah membuka mata orang Eropa tentang peradaban yang jauh lebih unggul ketimbang mereka. Eropa mengalami pencerahan akibat bersinggungan dengan orang-orang Islam dalam Perang Salib ini. Merupakan fakta jika jauh sebelum Eropa berani melayari samudera, bangsa Arab telah dikenal dunia sebagai bangsa pedagang pemberani yang terbiasa melayari samudera luas hingga ke Nusantara. Bahkan kapur barus yang merupakan salah satu zat utama dalam ritual pembalseman para Fir’aun di Mesir pada abad sebelum Masehi, didatangkan dari satu kampung kecil bernama Barus yang berada di pesisir barat Sumatera tengah.

Dari pertemuan peradaban inilah bangsa Eropa mengetahui jika ada satu wilayah di selatan bola dunia yang sangat kaya dengan sumber daya alamnya, yang tidak terdapat di belahan dunia manapun. Negeri itu penuh dengan karet, lada, dan rempah-rempah lainnya, selain itu Eropa juga mencium adanya emas dan batu permata yang tersimpan di perutnya. Tanah tersebut iklimnya sangat bersahabat, dan alamnya sangat indah. Wilayah inilah yang sekarang kita kenal dengan nama Nusantara. Mendengar semua kekayaan ini Eropa sangat bernafsu untuk mencari semua hal yang selama ini belum pernah didapatkannya.

Paus Alexander VI pada tahun 1494 memberikan mandat resmi gereja kepada Kerajaan Katolik Portugis dan Spanyol melalui Perjanjian Tordesillas. Dengan adanya perjanjian ini, Paus Alexander dengan seenaknya membelah dunia di luar daratan Eropa menjadi dua kapling untuk dianeksasi. Garis demarkasi dalam perjanjian Tordesilas itu mengikuti lingkaran garis lintang dari Tanjung Pulau Verde, melampaui kedua kutub bumi. Ini memberikan Dunia Baru—kini disebut Benua Amerika—kepada Spanyol. Afrika serta India diserahkan kepada Portugis. Paus menggeser garis demarkasinya ke arah timur sejauh 1.170 kilometer dari Tanjung Pulau Verde. Brazil pun jatuh ke tangan Portugis. Jalur perampokan bangsa Eropa ke arah timur jauh menuju kepulauan Nusantara pun terbagi dua. Spanyol berlayar ke Barat dan Portugis ke Timur, keduanya akhirnya bertemu di Maluku, di Laut Banda.


Sebelumnya, jika dua kekuatan yang tengah berlomba memperbanyak harta rampokan berjumpa tepat di satu titik maka mereka akan berkelahi, namun saat bertemu di Maluku, Portugis dan Sanyol mencoba untuk menahan diri. Pada 5 September 1494, Spanyol dan Portugal membuat perjanjian Saragossa yang menetapkan garis anti-meridian atau garis sambungan pada setengah lingkaran yang melanjutkan garis 1.170 kilometer dari Tanjung Verde. Garis itu berada di timur dari kepulauan Maluku, di sekitar Guam.

Sejak itulah, Portugis dan Spanyol berhasil membawa banyak rempah-rempah dari pelayarannya. Seluruh Eropa mendengar hal tersebut dan mulai berlomba-lomba untuk juga mengirimkan armadanya ke wilayah yang baru di selatan. Ketika Eropa mengirim ekspedisi laut untuk menemukan dunia baru, pengertian antara perdagangan, peperangan, dan penyebaran agama Kristen nyaris tidak ada bedanya. Misi imperialisme Eropa ini sampai sekarang kita kenal dengan sebutan “Tiga G”: Gold, Glory, dan Gospel. Seluruh penguasa, raja-raja, para pedagang, yang ada di Eropa membahas tentang negeri selatan yang sangat kaya raya ini. Mereka berlomba-lomba mencapai Nusantara dari berbagai jalur. Sayang, saat itu belum ada sebuah peta perjalanan laut yang secara utuh dan detil memuat jalur perjalanan dari Eropa ke wilayah tersebut yang disebut Eropa sebagai Hindia Timur. Peta bangsa-bangsa Eropa baru mencapai daratan India, sedangkan daerah di sebelah timurnya masih gelap.

Dibandingkan Spanyol, Portugis lebih unggul dalam banyak hal. Pelaut-pelaut Portugis yang merupakan tokoh-tokoh pelarian Templar (dan mendirikan Knight of Christ), dengan ketat berupaya merahasiakan peta-peta terbaru mereka yang berisi jalur-jalur laut menuju Asia Tenggara. Peta-peta tersebut saat itu merupakan benda yang paling diburu oleh banyak raja dan saudagar Eropa. Namun ibarat pepatah, “Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga”, maka demikian pula dengan peta rahasia yang dipegang pelaut-pelaut Portugis. Sejumlah orang Belanda yang telah bekerja lama pada pelaut-pelaut Portugis mengetahui hal ini. Salah satu dari mereka bernama Jan Huygen van Linschoten. Pada tahun 1595 dia menerbitkan buku berjudul Itinerario naer Oost ofte Portugaels Indien, Pedoman Perjalanan ke Timur atau Hindia Portugis, yang memuat berbagai peta dan deksripsi amat rinci mengenai jalur pelayaran yang dilakukan Portugis ke Hindia Timur, lengkap dengan segala permasalahannya.

Buku itu laku keras di Eropa, namun tentu saja hal ini tidak disukai Portugis. Bangsa ini menyimpan dendam pada orang-orang Belanda. Berkat van Linschoten inilah, Belanda akhirnya mengetahui banyak persoalan yang dihadapi Portugis di wilayah baru tersebut dan juga rahasia-rahasia kapal serta jalur pelayarannya. Para pengusaha dan penguasa Belanda membangun dan menyempurnakan armada kapal-kapal lautnya dengan segera, agar mereka juga bisa menjarah dunia selatan yang kaya raya, dan tidak kalah dengan kerajaan-kerajaan Eropa lainnya.

Pada tahun 1595 Belanda mengirim satu ekspedisi pertama menuju Nusantara yang disebutnya Hindia Timur. Ekspedisi ini terdiri dari empat buah kapal dengan 249 awak dipimpin Cornelis de Houtman, seorang Belanda yang telah lama bekerja pada Portugis di Lisbon. Lebih kurang satu tahun kemudian, Juni 1596, de Houtman mendarat di pelabuhan Banten yang merupakan pelabuhan utama perdagangan lada di Jawa, lalu menyusur pantai utaranya, singgah di Sedayu, Madura, dan lainnya. Kepemimpinan de Houtman sangat buruk. Dia berlaku sombong dan besikap semaunya pada orang-orang pribumi dan juga terhadap sesama pedagang Eropa. Sejumlah konflik menyebabkan dia harus kehilangan satu perahu dan banyak awaknya, sehingga ketika mendarat di Belanda pada tahun 1597, dia hanya menyisakan tiga kapal dan 89 awak. Walau demikian, tiga kapal tersebut penuh berisi rempah-rempah dan benda berharga lainnya.

Orang-orang Belanda berpikiran, jika seorang de Houtman yang tidak cakap memimpin saja bisa mendapat sebanyak itu, apalagi jika dipimpin oleh orang dan armada yang jauh lebih unggul. Kedatangan kembali tim de Houtman menimbulkan semangat yang menyala-nyala di banyak pedagang Belanda untuk mengikut jejaknya. Jejak Houtman diikuti oleh puluhan bahkan ratusan saudagar Belanda yang mengirimkan armada mereka ke Hindia Timur. Dalam tempo beberapa tahun saja, Belanda telah menjajah Hindia Timur dan hal itu berlangsung lama hingga baru merdeka pada tahun 1945.Semoga menambah wawasan kita semua.

sumber : http://forum.viva.co.id/sejarah/226584-indonesia-di-jajah-3-5-abad-hanya-karena-sebuah-buku.html

Kamis, 26 Januari 2012

Fenomena Raja Kecil di Daerah ( Efek Otonomi Daerah)


Banyak kekhawatiran yang mulai muncul ke permukaan sebagai efek pelaksanaan otonomi daerah, semisal  membengkaknya belanja aparatur dibandingkan belanja untuk publik dalam APBD, kurang tanggapnya pemerintah daerah akan keinginan kemajuan pembangunan di daerah yang penanganannya tidak adil antara satu dengan yang lainnya.

Ada lagi fenomena yang tidak kalah serunya di daerah dimana jabatan kepala daerah, beberapa kepala dinas vital serta kepala DPRD nya adalah masih dalam satu lingkup klan keluarga. Hal ini mengingatkan kita seperti halnya pada saat jaman dahulu (jaman kerajaan) dimana pucuk pimpinan dikendalikan oleh satu keluarga besar.  Aturan yang masih bisa diakali membuat di beberapa daerah prosesi pergantian kepala daerah seperti hanya berkutat dari sang bapak, kemudian tongkat estafetnya di berikan kepada istri, dan setelah mapan sang anaklah yang akan menerima tongkat estafet berikutnya untuk menjadi kepala daerah. bukan hanya itu,beberapa kepala  dinas vital dan lembaga legislatif pun dikuasai oleh kerabat, sehingga seolah olah daerah tersebut sudah menjadi hak keluarga "x" secara turun temurun dan aman dari segi peraturan.

Akan kah indonesia akan kembali menjadi negara kerajaan seperti jaman Majapahit, Singosari dan Blambangan, mari kita saksikan bersama-sama ??